refleksi oktober

Akhir-akhir ini kita sedang dirundung banyak musibah. Pada awal Oktober 2010, daerah Wasior, Papua terkena banjir bandang. Air bah yang tumpah secara tiba-tiba mengakibatkan 200 orang meninggal dunia. Belum lagi infrastruktur yang ikut porak-poranda. Wasior berduka….
Belum sembuh duka kita, kembali bencana mengguncang nusantara ini. Pulau Mentawai, Sumatera Barat terhantam tsunami pasca gempa 7,7 skala richter. Menurut berita, 403 nyawa melayang. Dan masih ada 300 orang yang belum ditemukan. Sama seperti Wasior, infrastruktur dan fasilitas disana hancur lebur. Surga surfer ini harus berduka…


Lagi, kita harus kembali kehilangan saudara kita. Pada hari Selasa, 26 Oktober 2010, Gunung Merapi, mengeluarkan awan panasnya. Awan panas atau biasa disebut dengan Wedhus Gembel ini menewaskan 40 orang termasuk kuncen Gunung Merapi, Mbah Maridjan.
Kita lagi-lagi harus menangis. Belum cukup bencana datang bertubi-tubi menghantam negeri ini. Mungkin sama seperti lirik lagu Ebiet G Ade “Mungkin Tuhan mulai bosan, Melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa.atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita”. kita, harus instropeksi diri. Ini adalah teguran agar kita belajar. Bukankah kita diberi akal untuk selalu belajar??
Kita selalu merusak alam, kita mengambil hak yang bukan milik kita, pemimpin Negara kita sangat serakah, kita mulai tak peduli dengan si miskin, kita mencoba menafikan bahwa ada orang yang membutuhkan uluran tangan kita.
Saya menulis tulisan ini, bukan untuk menjadi data bencana. Tapi, saya menulis ini, agar kawan-kawan semua bisa mengambil hikmahnya. Dan mencoba memperbaiki Negara ini, mulai dari diri kita sendiri. saya jadi teringat salah satu puisi seorang kawan di salah satu note booknya…..

” jangan terujar bahwa alam tak ingin berteman. tapi tanyakan dibawa kemana jutaan kayu gelondongan? berapa banyak “kawanan hijau” yang tercerabut? mahalkah satu gram emas  dibanding rengekan bayi-bayi yang tak lagi ber-inang??”

Tetap tersenyum Ibu Pertiwi, janganlah menangis……….

Motif dibalik penjualan diktat kuliah

Lagi, tahun 2010 ini mahasiswa baru ‘diharuskan’ membeli diktat kuliah. Bagaimana sebenarnya hukumnya membeli diktat?

Berdasarkan angket mahasiswa yang dibagikan oleh Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum (UPT-MKU) tahun 2009/2010, sekitar 94% mahasiswa menginginkan adanya diktat kuliah sebagai pegangan dalam pembelajaran.

Semenjak sistem Student Center Learning (SCL) diberlakukan di Universitas Hasanuddin, banyak mahasiswa yang merasa membutuhkan buku pegangan bagi mata kuliah umum. Karena didasarkan pada hal ini lah, UPT-MKU berinisiatif di setiap mata kuliah diadakan buku pegangan bagi mahasiswa. Setiap tahun, mahasiswa baru membeli diktat kuliah. Hal ini dilakukan karena banyak dosen memang membuat modul (tugas) di dalam diktat tersebut. Sehingga, mahasiswa merasa “wajib” membeli diktat.

Tahun ini pun animo mahasiswa untuk membeli diktat tak pernah surut. Masih banyak mahasiswa yang merasa ada intervensi dari dosen untuk membeli diktat. Hal ini dikarenakan adanya modul yang termasuk dalam diktat kuliah. Misalnya saja, Fandi (nama samaran) mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), mendapatkan bahasa ‘halus’ dari dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang menekankan mahasiswa untuk membeli diktat kuliah. Karena hal itulah ia akhirnya membeli diktat kuliah tersebut. “semua teman-teman membeli diktat tersebut. Karena di dalamnya ada modul yang harus dikerjakan di setiap pertemuan. Nama kami juga ditandai, jadi saya merasa harus membeli diktat tersebut” ujarnya, Rabu (6/10).

Berbanding terbalik dengan penuturan mahasiswa, menurut Prof. Hanafi Usman, selaku koordinator UPT-MKU tidak pernah ada tekanan dari pihak MKU untuk mengharuskan mahasiswa membeli buku diktat. “kami sudah bilang kepada setiap dosen MKU untuk tidak mengatakan mengharuskan mahasiswa membeli diktat. Mahasiswa juga seharusnya tidak percaya dengan kata-kata “nilai error” ketika tidak membeli diktat. Modul yang ada di didalam diktat hanya 10%, sedangkan masih ada 90% nilai lain yang bisa dicapai oleh mahasiswa”, ujar dosen Kimia ini, Kamis (7/10).

Senada dengan pernyataan coordinator UPT MKU ,dosen Bahasa Indonesia, Drs. Hasan Ali, “Dosen tidak mengatakan wajib, tapi dalam prosedur perkuliahan menurut sistem SCL, buku merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Di dalam diktat tersebut terdapat modul yang harus dikerjakan oleh mahasiswa setiap minggunya” jelas beliau, Jum’at (8/10). “kami hanya memberitahukan bahwa ada diktat yang akan berisi modul-modul, jika ada mahasiswa yang tidak membeli maka kami minta untuk cari cara lain agar bias terus mengikuti pelajaran” tambahnya.

Intervensi halus yang dilakukan oleh dosen membuat mahasiswa baru menjadi gelisah. Pasalnya mereka harus merogoh kocek sekitar Rp. 300.000 untuk semua diktat kuliah semester awal. Walaupun Menurut Prof. Hanafi, harga diktat kuliah tersebut sudah sesuai standar. UPT-MKU selaku pemegang kendali, mempunyai tim verifikasi yang memperhitungkan semuanya dan mempunyai harga standar. Ada harga standar yang ditetapkan oleh MKU, itu meliputi Biaya cetak tergantung banyaknya lembar buku dan jenis kertas. Sedangkan biaya distribusi adalah biaya transportasi dan juga biaya ke MKU sebagai tempat awal membuat buku. Dan yang terakhir biaya royalti kepada dosen pembuat buku.

Alternatif yang diberikan dosen ketika mahasiswa tidak membeli diktat hanya memfoto copy atau membuat tugas pengganti. Tapi, tak semua dosen setuju dengan cara memfoto kopi diktat kuliah. Prof. hanafi misalnya, ia tidak akan menerima modul hasil dri fotokopi. “kami mencoba memberikan pemahaman kepada mahasiswa untuk belajar menghargai hasil cipta orang lain” ujar bapak lima anak ini. Jadi, solusi yang diberikan oleh beliau adalah membuat tigas makalah atau paper dengan bahan-bahan pelajaran pada minggu tersebut.

Mahasiswa masih ragu untuk tidak membeli diktat untuk kuliah. Karena seharusnya tidak ada intervensi dari dosen untuk membeli diktat. Mahasiswa mengeluhkan nama mereka akan dicatat. “mahasiswa harus lapor ke MKU jika ada dosen yang memaksakan pembelian diktat, karena kami sudah menyampaikan bahwa mahasiswa tidak harus membeli diktat MKU. Yang memaksakan penjualan itu, namanya oknum” tegas dosen kimia ini diruangannya, Kamis (7/10).

tapi, apa yang terjadi di lapangan masih ada dosen yang memaksakan pembelian buku terhdapa mahasiswanya. Dengan iming-iming bisa lulus mata kuliah tersebut, banyak maba yang termakan rayuan tersebut. Sebanyak 415 dosen di bawah naungan MKU, mungkin ada beberapa yang bisa dikatakan sebagai oknum penjualan diktat MKU. Karena mereka tidak terikat dengan MKU, sulit untuk diberikan sanksi jika memang ketahuan memaksakan menjual diktat terhadap mahasiswa. Jadi, bagaimana Unhas menyikapi kontradiksi ini?

tulisan ini terbit di identitas edisi awal Oktober 2010

aksi mahasiswa

Selasa sore, (19/10), mahasiswa Unhas yang tergabung dalam aliansi mahasiswa melakukan aksi damai. Aksi ini dilakukan sebagai reaksi kekecewaan mahasiswa melihat kinerja satu tahun kepemimpinan SBY. Mahasiswa melakukan aksi kali ini dengan damai, tanpa kekerasan. Rangkaian aksi dilakukan dengan membawa spanduk dan berorasi di depan massa.
Jujur, saya lebih senang melihat aksi damai seperti ini. Dibandingkan dengan aksi yang melibatkan kekerasan. Saya agak miris melihat keadaan kawan-kawan di universitas lain di Makassar. Mereka harus beradu jotos dengan aparat. Hal yang seperti inilah yang harus kita hindari.
Say bukan men-judge bahwa kawan-kawan salah seratus persen. Tapi seharusnya hal-hal yang berbau kekerasan bisa kita hindari. Jauhi provokasi, lakukan konsolidasi sebelum turun ke jalan. Konsolidasi diperlukan agar tidak terjadi miss-communication antar individu yang tergabung dalam massa. Jika kita kuat di dalam barisan, maka kita bisa hindari hal-hal yang semacam itu.
Jangan sampai apa yang kita perjuangkan tidak sampai pada rakyat.
Semangdh buat kawan-kawan yang terus memperjuangkan hak rakyat.!

siang itu, sambil bercucuran keringat (25/06). aku jalan kaki menuju mantan sekolah tercinta, SMAN 1 Bojonggede, sekarang berganti nama menjadi SMAN 1 Tajurhalang. Sekolah yang notabene berada agak jauh dari keramaian. disampingnya terdapat beberapa rumah penduduk. pintu gerbangnya belum dicat kembali sejak dua tahun yang lalu. Ada pos jaga di belakang pintu masuknya. dijaga oleh seorang bapak-bapak yang kami panggil Babe. hhaa.aku ingatkeetika sehabiss pulang sekolah sembari menunggu teman-teman yang belum keluar kelas, sering menumpang nonton TV di pos jaga itu.
hari ini, aku bersama Firman mencoba mengulang kembali semua kenangan itu. kami berdua mulai dri tempat parkir. ditempat parkir, dulu kami sering bercanda disini sebelum pulang ke rumah masing-masing. tertawa sambil mengambil motor di tempat parkir. terkadang, aku menumpang dengan banyak temaan. entah itu diantar sampai rumah atau hanya sampai di tempat tertentu. benar-benar muka tebengan. hhaa. masuk lebih dalam lagi, aku menemukan kejanggalan. sebuah ruangan yang dulu kami pakai untuk konsultasi bersama guru di sekolah, sekarang berubah menjadi perpustakaan. padahal dulu, di ruangan yang bercat hijau ini, aku sering dipanggil atau memang datang untuk bertanya kepada guru. sekarang, ruang guru di tempatkan di bekas kelas X. mengambil tiga ruangan. jadi, sngat luas. kami bertemu dengan Pak Agus (mantan guru Sejarah) , Bu Nell (mantan guru Kimia), Pak Bud (mantan guru Fisika), dll. hha. bener2 deh. sempat juga diberikan nasihat sama Bu Nell, makasih yang bunda. sehabis itu, kami berdua menuju lapangan. ada Pak Ahmad yang sedang mengajar baskeet. beliau langssung bertanya “firman, kamu mau main basket??” hha. kami berdua pun tertawa. yang aneh, adalah pak Nurkholif sekarang mengajar olahraga. seingat kami, beliau dulu pengajar agama islam. hha. alih profesi ajaran. hha.
kami pun menuju kantin. tempat kami dulu suka bercanda. kantin kami dulu, masih dilapisi tanah merah. jadi, bisa dibayangkan ketikaa setelah hujan, maka kantin akan sangat becek. tanah yang lembut, menempel di bawah sepatu. setiap istiraahat, maka aku akan langsung menyerbu kantin. mencari nasi udduk dan sepotong gorengan. dengan harga 2500, maka perut yang keroncongan akan segera terisi. hha. kalau haus maka, langsung berdesakan dengan yang lain di warung Bu Dellis. dengan uang seribu, maka segelas energen akan menghangatkaan perut. hha. tapi, kenangan itu sudah hilang semua. sekarang, lantai kaantin berubah menjadi keramik. tak ada cerita sepatu menjadi kotor. penjual disini pun sudah berbeda, kecuali Bu Dellis, beliau masih setia menyediakan jajanan bagi anak-anak SMA ini. tapi, sekarang sudah ditambh dua pegawai yang membantu beliau. tak ada lagi Ucay, yang dulu jadi tempat tongkrongan anak-anak ketika jam istirahat. tak ada lagi Abah yang jualan bakso. taak ada lagi Umi yang berjualan di pojokan.
kami pun, mencoba merajut kembali kenangan-kenangan itu. ketika kami berdesakan di warung bu Dellis. ketika kami ngobrol tentang hari itu. tentang PR Matematika yang diajaar oleh Pak Pandi. tentang Anggi yang cantik. tentang kelas yang terobsesi menang kelas terbersih. tentang murid baru yang menarik perhatian ku. tentang Udin yang kukasih sabun jerawat. tentang kisah Tedha dan Tepu. tentang mereka, tentang kita, tentang semuanya.
saat itu, kami pun berjalan di depan XI Exact 2. kami mencoba mengingat kembaali. kelas yang notabene berisi perusuh semua. jika aku sebut satu-satu maka tidak akan cukup untuk mendeskripssikan “kenakalan” mereka masing-maasing. setiap anak-anak 11 ipa 2, memiliki keunikan masing-masing. pada awalnya aku benci masuk ke dalam kelas ini, karena terdapat musuh-musuhku yang ikut masuk ke dalam kelas ini. ada juga beberapa orang yang aku takuti. aku benci, tapi ketika aku jalani dan menjadi bagian dari kelas ini, aku merasa sangat BAHAGGIA. duduk di bangku paling depan bersama si kutu buku (Griya). benar-benar waktu yang sangat menyenangkan. hari-hari ku di Exact 2 tak akan pernah terlupakan.
akhirnya satu tahun berlalu, kami pun harus berpisah. tapi, kami semua sepakat untuk meminta menjadi satu kelas kembali. kami pun ber-negosiasi dengan guru untuk mewujudkan hal itu. tapi, apa daya. kami dipisahkan.
setelah itu, aku masuk ke dalam XII Exact 3. aku duduk di tempat duduk paling belakang bersama org ngocol (om tsabit). hari ini menncoba mengingat keetika aku berada di kelas tersebut. lumayan seru. hha. memang tidak ada masa yang indah selain masa SMA.
alhamdulillah, saya lulus SMA dan melanjutkan di Unhas. hha